Makanan khas Myanmar memiliki keunikan tersendiri yang menjadikannya masuk dalam daftar kuliner wajib untuk dicicipi. Selain nama-namanya yang unik, cita rasanya pun tidak bisa ditemukan di tempat lain. Bila Anda sedang mampir ke negara tetangga tersebut, jangan lupa untuk menyempatkan berwisata kuliner.
Kalau diterjemahkan dalam Bahasa, Hto-hpu New memiliki arti yang sederhana, yaitu ‘Tahu Hangat’. Tapi jangan sampai terkecoh, karena kuliner yang satu ini tidak terbuat dari bahan dasar tahu, melainkan tepung kacang polong yang diolah hingga menjadi lembek menyerupai bubur berwarna kekuningan. Untuk penyajiannya akan dihidangkan dengan kaldu daging, irisan daging, minyak cabai, dan potongan sayur.
Sekilas, tampilannya mirip dengan bubur ayam di Indonesia. Sebagai catatan, ada dua macam pilihan irisan daging yang disajikan bersama Hto-hpu Nwe ini, yaitu daging ayam dan daging babi. Jika Anda muslim, jangan lupa untuk meminta kepada penjual menyajikan dengan irisan daging ayam karena kadang ada penjual yang mencampur kedua jenis daging untuk meningkatkan rasa gurih Hto-hpu Nwe.
Phnom Penh Terbuat Dari Kenangan Makprang Dan Pulang
Mengenal Suku Karen Di Desa Wisata Baan Tong Luang Chiang Mai
Bila Korea Selatan punya ramyeon, Myanmar tidak ketinggalan dengan Mont Di. Bahan utamanya adalah bihun dengan lembaran yang cukup tebal, berbeda dengan bihun di Indonesia yang tipis. Setelah bihun dimasak, cukup disajikan dengan kuah sup pasta ikan. Jenis ikan yang digunakan untuk pasta tersebut adalah Nga-pi, hanya ada di perairan Myanmar. Tidak heran bila cita rasa Mont Di sangat khas.
Supaya lebih lezat lagi, Mont Di biasanya dinikmati bersama lauk Nga-shwe, semacam ikan yang lebih menyerupai belut dan digoreng balut tepung. Berkat pembuatan serta penyajiannya yang memakan waktu sangat singkat, wisatawan asing biasanya menganggap Mont Di sebagai makanan cepat saji. Padahal, kuliner ini merupakan makanan khas Myanmar.
Salad khas Myanmar, itulah kalimat yang cocok untuk mendeskripsikan Laphet Thohk. Mengacu pada kebiasaan warganya yang gemar mengonsumsi langsung daun teh, maka terciptalah menu yang satu ini. Daun teh yang telah melalui proses fermentasi akan dihidangkan bersama irisan kubis, tomat, cabai, bawang putih, dan kacang sangrai. Anda bebas menyantapnya sebagai makanan pembuka, utama, hingga penutup.
Kalau Mont Di terbuat dari bihun, ada mi khas lain dari Myanmar yang tampaknya lebih mengenyangkan, yaitu Mohinga. Mi yang digunakan terbuat dari tepung beras sehingga memiliki tekstur tebal dan kenyal, serta berwarna kekuningan. Mi kemudian diguyur dengan kuah yang terbuat dari kaldu ikan dan bawang putih. Selanjutnya ditambahkan irisan daging ikan, telur rebus, dan perasan jeruk nipis untuk disajikan.
Nasi kuning dari Myanmar, itulah Nga Htamin. Dari tampilan maupun segi rasanya memiliki kemiripan dengan nasi kuning khas Indonesia. Warna kuning dari Nga Htamin juga didapatkan dari kunyit serta ditambahkan rempah-rempah untuk menghasilkan aroma serta rasa yang khas. Bedanya adalah kuliner ini disajikan dengan ikan rebus, pasta tomat, potongan kentang rebus, dan irisan bawang goreng.
Tidak sampai di situ saja, bila menginginkan rasa Nga Htamin lebih lezat, maka dapat ditambahkan irisan cabai yang telah digoreng. Tambahan komponen tersebut diperuntukkan khusus bagi para penyuka pedas saja, bila tidak dapat memilih rasa orisinal dari Nga Htamin yang gurih. Makanan ini cocok untuk dinikmati kapan saja sebagai menu utama karena sangat mengenyangkan.
Makanan khas Myanmar selanjutnya adalah Ohn-No Khao Swe yang sekali lagi berbahan dasar mi. Hal itu tidak mengejutkan mengingat masyarakat sana memang penggemar berat mi. Untuk menu satu ini, mi yang digunakan merupakan mi gandum yang memiliki kandungan karbohidrat rendah dan protein tinggi sehingga cocok juga bila dipilih sebagai menu diet.
Ohn-No Khao Swe berupa mi gandum yang disajikan bersama kuah kari berikut daging ayam. Sebagai pelengkapnya akan ditambahkan irisan bawang, cabai, dan telur rebus. Sentuhan terakhir untuk memberi rasa segar atas hidangan bersantan ini adalah perasan air jeruk nipis dan saus ikan. Ohn-No Khao Swe disarankan untuk lekas disantap selagi hangat.
Jika tidak ingin menyantap kuah kari dengan mi seperti Ohn-No Khao Swe, Anda dapat mencicipi Burmese Curry atau Kari Burma. Sajian kari khas Myanmar ini dihidangkan bersama dengan nasi hangat dengan karakteristik menyerupai nasi uduk atau nasi gurih di Indonesia. Dari segi rasa, tidak terlalu jauh dengan kari pada umumnya.
Namun, khusus di Myanmar, Kari Burma ini ditawarkan dengan pilihan aneka daging berbeda. Mulai dari daging ayam, sapi, domba, ikan, hingga babi. Anda bisa memilih daging yang disukai untuk dihidangkan bersama menu kuah kuning kental yang satu ini. Kari Burma juga relatif mudah dijumpai di seluruh sudut Myanmar karena dijajakan oleh pedagang kaki lima hingga restoran bintang lima.
Bila Anda berasal dari Jawa dan melihat kuliner khas Myanmar ini mungkin akan menyangkanya sebagai klepon, salah satu kue tradisional Jawa. Tidak dapat disalahkan karena memang tampilannya mirip sekali ; berbentuk bulatan kecil dan diberi toping berupa parutan kelapa. Bahan pembuatnya juga sama, yaitu tepung ketan.
Bedanya, Mont Lone Yay Baw berwarna putih, tanpa pewarna pandan seperti klepon yang membuatnya memiliki warna hijau. Selain itu, kalau klepon memiliki isian berisi gula merah cair, tidak dengan penganan asal Myanmar ini. Mont Lone Yay Baw termasuk dalam kuliner streetfood andalan Myanmar dan mudah ditemukan di berbagai gerai kaki lima di sana.
Tidak hanya Mont Lone Yay Baw yang pas untuk dijadikan sebagai penganan penutup ketika bertandang ke Myanmar. Sanwin Makin yang mirip dengan kue bika ambon ini dapat menjadi alternatif. Tepung yang digunakan untuk membuat Sanwin Makin adalah tepung gandum, jadi tidak perlu khawatir risiko diabetes maupun obesitas bila mengonsumsinya agak banyak.
Untuk memberikan tekstur rasa gurih dan manis yang seimbang, maka selain menggunakan tepung gandum, Sanwin Makin dibuat dengan tambahan komposisi mentega, gula, dan kelapa. Adonan yang sudah jadi kemudian dipanggang menggunakan oven. Setelah matang, biasanya disajikan dalam potongan-potongan persegi panjang kecil yang cantik.
Kuliner khas Myanmar terakhir yang sayang bila sampai terlewatkan adalah Kyay Oh. Sekali lagi, kuliner yang satu ini menggunakan mi sebagai bahan pokoknya. Hampir mirip seperti Mont Di, tapi kuah yang digunakan untuk Kyay Oh berasal dari kaldu daging ayam, sehingga risiko menimbulkan reaksi alergi lebih rendah dibandingkan Mont Di yang menggunakan kaldu ikan. Seporsi Kyay Oh disajikan bersama dengan tahu, bok coy, irisan daging ayam dan telur puyuh.
Jadi, selain melihat aneka pagoda unik yang ada di Myanmar, Anda juga sebaiknya menyempatkan waktu untuk berwisata kuliner agar memiliki kesempatan untuk mencicipi makanan khas Myanmar.
Tempat belanja jastip di bangkok - Bangkok, ibu kota Thailand, dikenal sebagai surganya pemburu barang…
Bangkok, ibu kota Thailand, terkenal dengan mall-mall mewah dan modern. Mereka menawarkan pengalaman berbelanja, kuliner,…
Selamat datang di Jakarta, ibu kota Indonesia yang kaya akan pasar tradisional dan modern. Jakarta,…
Di Jakarta, kita bisa menemukan surga kuliner yang tak tergantikan. Mulai dari Monas hingga Kota…
Selamat datang di petualangan kuliner kekinian di Jakarta! Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, menawarkan banyak…
Hal wajib yang tidak boleh ketinggalan untuk dibeli ketika ke Bandar Lampung adalah oleh oleh.…