Kelenteng jakarta – Kelenteng atau kuil Tionghoa adalah tempat ibadah dan pusat budaya di Jakarta. Mereka menarik banyak wisatawan. Kelenteng-kelenteng ini tidak hanya indah dari luar, tetapi juga penuh kisah sejarah.
Menjelajahi kelenteng-kelenteng disini adalah cara untuk mengenal budaya dan spiritualitas Tionghoa. Ini adalah warisan yang kuat di Indonesia.
Kelenteng-kelenteng disini menawarkan pengalaman unik. Baik bagi orang Tionghoa maupun non-Tionghoa. Mereka menawarkan arsitektur yang memukau dan ritual yang menarik.
Setiap kelenteng punya cerita sejarah yang menarik. Mereka menggambarkan evolusi komunitas Tionghoa di Jakarta.
Artikel ini akan mengajak Anda menjelajahi beberapa kelenteng ikonik di Jakarta. Kita akan melihat dari kelenteng tertua hingga yang paling populer. Kita akan mengungkap kisah di balik bangunan-bangunan bersejarah ini.
Di Jakarta, terdapat sebuah kelenteng tua yang penuh dengan sejarah budaya Tionghoa. Kelenteng Kim Tek Le, atau Vihara Dharma Bhakti, didirikan pada tahun 1650. Ini adalah kelenteng tertua di Jakarta, dibangun oleh Letnan Tionghoa bernama Kwee Hoen.
Awalnya, kelenteng ini bernama Koan Im Teng. Pada tahun 1755, dipugar oleh Oie Tjhie, seorang kapten Tionghoa. Ia memberi nama baru, Kim Tek Le, yang berarti “Kelenteng Kebajikan Emas”. Kelenteng ini menjadi simbol kebanggaan warga Tionghoa setelah tragedi pembantaian di Angke.
Terletak di Glodok, Jakarta Barat, Kelenteng Kim Tek Le menawarkan arsitektur khas Tionghoa yang menakjubkan. Di dalamnya terdapat koleksi artefak bersejarah, termasuk patung-patung Buddha yang beragam. Kelenteng ini menjadi museum hidup yang menyimpan banyak cerita sejarah dan tempat spiritual bagi masyarakat Tionghoa di Jakarta.
Fakta Menarik Kelenteng Kim Tek Le | Keterangan |
---|---|
Didirikan | Tahun 1650 |
Pendiri | Letnan Tionghoa Kwee Hoen |
Nama Awal | Koan Im Teng |
Nama Baru | Kim Tek Le (1755) |
Makna Nama | “Kelenteng Kebajikan Emas” |
Lokasi | Glodok, Jakarta Barat |
Koleksi | Patung Buddha dengan variasi ukuran dan pose |
Kelenteng-kelenteng disini berasal dari sejarah panjang komunitas Tionghoa di Nusantara. Para pedagang dan imigran Tionghoa mendirikan tempat ibadah. Ini menjadi pusat spiritual dan budaya bagi masyarakat Tionghoa di ibukota.
Kelenteng pertama, Kwan Im Teng, dibangun tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen. Ini adalah tempat ibadah umat Buddhis Tionghoa pertama di Jakarta. Seiring waktu, banyak kelenteng lain muncul di kota, menjadi saksi sejarah komunitas Tionghoa.
“Kelenteng” hanya dikenal di Pulau Jawa. Di tempat lain, tempat ibadah umat Tionghoa disebut dengan istilah lain. Misalnya, “pekong” di Sumatra dan “shinmiau” di kalangan etnis Hakka.
Kelenteng disini dibagi menjadi beberapa kategori. Ada Konghucu (Miao, Kongmiao, Wenmiao), Taoisme (Gongguan/Jing/She), dan Buddhisme (Siyuan). Masing-masing kategori punya ciri arsitektur dan fungsi yang berbeda.
Kelenteng juga sebagai pusat aktivitas sosial. Tempat ini menjadi wadah bagi berbagai kelompok sosial. Mereka berinteraksi dan bertukar budaya, tanpa memandang suku atau agama.
Peran komunitas Tionghoa sangat besar dalam mendirikan kelenteng di Jakarta. Pengaruh komunitas tionghoa dalam mendirikan kelenteng disini terlihat dari sejarah kelenteng di Ibukota. Kelenteng bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat spiritual dan budaya Tionghoa.
Keberadaan kelenteng menunjukkan identitas komunitas Tionghoa. Kelenteng digunakan untuk ritual keagamaan dan merayakan hari besar. Ini memperkaya keberagaman budaya di Kota Metropolitan.
Kelenteng sangat penting bagi komunitas Tionghoa di Jakarta. Di sini, mereka melakukan ritual keagamaan dan perayaan hari besar Tionghoa. Kelenteng juga tempat melestarikan seni dan tradisi Tionghoa.
Kelenteng disini bukan hanya tempat ibadah. Tapi juga pusat komunitas Tionghoa. Di sini, mereka berkumpul, berinteraksi, dan mempererat ikatan sosial. Kelenteng menjaga dan mewariskan identitas dan budaya Tionghoa.
Kelenteng-kelenteng disini sangat populer sebagai destinasi wisata religi. Mereka menawarkan pengalaman budaya yang unik. Arsitektur khas dan ornamen indah membuatnya menjadi tempat spiritual yang kental.
Banyak orang datang ke kelenteng disini untuk menikmati keindahannya. Mereka juga belajar sejarah dan terlibat dalam ritual Tionghoa.
Kelenteng yang terkenal adalah Kelenteng Kim Tek Le. Didirikan pada tahun 1650, ini adalah kelenteng tertua. Arsitektur dan ornamen tradisionalnya sangat memukau.
Ada juga kelenteng lain yang populer, seperti Klenteng Hok Lay Kiong di Bekasi. Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin di Jakarta Selatan juga terkenal. Kedua tempat ini menawarkan pengalaman budaya Tionghoa yang kaya.
Kelenteng disini menarik banyak minat dari wisatawan. Mereka menjelajahi kelenteng disini untuk memperkaya wawasan budaya. Mereka juga terlibat dalam tradisi dan ritual spiritual yang unik.
Dari Kelenteng Kim Tek Le hingga Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin, kelenteng disini sangat populer. Mereka melestarikan warisan budaya Tionghoa dan memperkaya pengalaman spiritual dan budaya bagi pengunjung.
Kelenteng Jin De Yuan, atau Vihara Dharma Bhakti, adalah salah satu kelenteng terkenal di Jakarta. Didirikan pada tahun 1650, ini adalah salah satu kelenteng tertua di ibukota.
Kelenteng ini memiliki sejarah panjang dan kaya budaya Tionghoa. Bangunannya unik dengan atap berlekuk-lekuk dan ornamen naga yang indah. Genta di kelenteng ini, yang bertanggal 1825, adalah genta tertua di Jakarta.
Pada abad ke-18, ada 18 bhiksu tinggal di kelenteng ini. Ini menunjukkan pentingnya kelenteng bagi komunitas Tionghoa di Jakarta. Naskah-naskah kuno yang ditemukan di sini, seperti yang berasal dari tahun 1838, menjadi saksi bisu perjalanan sejarah kelenteng ini.
Ada juga meja altar dari tahun 1890 dan tempat pembakaran uang dari Guandong. Kedua ini terletak di antara dua singa, menunjukkan sejarah kelenteng ini.
Hingga kini, Kelenteng Jin De Yuan tetap menjadi tempat ibadah dan pusat budaya bagi masyarakat Tionghoa di Jakarta. Pada Tahun Baru Imlek, sekitar 5.000 umat datang untuk berdoa. Mereka menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk beribadah. Kelenteng ini juga salah satu dari empat kelenteng utama di Jakarta yang dikelola oleh Kong Koan atau Dewan Tionghoa.
Kelenteng Jin De Yuan ada di Glodok, Jakarta Barat. Tapi, ada juga Kelenteng Hian Thian Siang Tee di Ancol, Jakarta Utara. Bangunannya dibuat sekitar tahun 1856 dan sangat penting bagi komunitas Tionghoa di Jakarta.
Kelenteng ini terkenal dengan atap merah dan ornamen naga. Bangunannya juga saksi sejarah komunitas kelenteng Tionghoa di pantai utara Jakarta.
Kelenteng Hian Thian Shang Tee Bio juga terkenal karena tempat persembahan dan nisan Mbah Raden Suria Kencana serta Eyang Yugo Thay Losu Imam Sujono Dji Lo Su. Mereka terletak di sisi kanan dan kiri ruang utama.
Kelenteng Hian Thian Siang Tee di Ancol menarik banyak pengunjung. Ini karena kekayaan sejarah dan arsitektur Tionghoa yang terpelihara dengan baik.
Kelenteng Toa Se Bio terletak di Glodok, Jakarta Barat. Ini adalah salah satu tempat wisata religi populer di Jakarta. Di sini, komunitas Tionghoa menjaga berbagai ritual dan tradisi.
Di Kelenteng Toa Se Bio, umat Tionghoa melakukan banyak ritual dan tradisi. Mereka mencari spiritualitas dan budaya. Beberapa tradisi yang dilakukan antara lain:
Kelenteng ini juga menjadi pusat kegiatan komunitas Tionghoa. Mereka merayakan Cap Go Meh dan upacara lainnya. Ini memperkuat ikatan sosial dan budaya mereka.
Kelenteng Toa Se Bio di Glodok sangat penting bagi komunitas Tionghoa di Jakarta. Mereka menjaga banyak ritual dan tradisi yang masih ada hingga sekarang.
Kelenteng Bahtera Bhakti terletak di Ancol, Jakarta Utara. Ini adalah salah satu tempat wisata religi yang populer. Didirikan pada awal abad ke-20, kelenteng ini menjadi tempat ibadah bagi umat Tionghoa di pantai utara Jakarta.
Kelenteng ini terkenal dengan arsitektur yang indah. Di sini, berbagai ritual dan perayaan budaya Tionghoa digelar. Misalnya, festival perahu naga yang rutin setiap 12 tahun sekali.
Kelenteng Bahtera Bhakti adalah salah satu kelenteng tertua di Jakarta. Didirikan sekitar tahun 1650, atau mungkin lebih awal, sekitar tahun 1425. Awalnya bernama Klenteng Da Bo Gong, kemudian Klenteng Ancol, dan akhirnya Vihara Bahtera Bhakti pada 1984.
Kelenteng Bahtera Bhakti memiliki gaya Tionghoa tradisional. Fitur uniknya adalah jarak antara gerbang dan bangunan utama yang jauh, sekitar 30 meter. Di dalam, terdapat mural yang menggambarkan perjalanan Biksu Tong Sam Cong ke Barat.
Di belakang kelenteng, ada kolam kecil dengan tanaman talas dan patung pria berjanggut. Ia menggendong seekor ikan mas yang terlihat bahagia. Kelenteng ini juga menyimpan makam Mone, saudara kandung Sitiwati, yang jarang ditemukan di area kelenteng.
Fakta Menarik Kelenteng Bahtera Bhakti | Keterangan |
---|---|
Perkiraan Usia Kelenteng | Diperkirakan didirikan sekitar tahun 1650, atau bahkan lebih awal, sekitar tahun 1425 |
Perkembangan Nama Kelenteng | Awalnya dikenal sebagai Klenteng Da Bo Gong, kemudian berganti nama menjadi Klenteng Ancol dan akhirnya Vihara Bahtera Bhakti pada tahun 1984 |
Jarak Gerbang dan Bangunan Utama | Sekitar 30 meter |
Makam di Dalam Kelenteng | Terdapat makam Mone, saudara kandung Sitiwati, yang merupakan fitur unik |
Koordinat Lokasi | Jl. Pantai Sanur No.5, Ancol, Jakarta Utara. GPS: -6.119988,106.853651 |
Kelenteng Bahtera Bhakti di Ancol menarik bagi pengunjung. Dengan sejarah kaya, arsitektur unik, dan elemen simbolis yang memesona, kelenteng ini menarik banyak orang. Baik umat Tionghoa maupun masyarakat umum tertarik mengunjungi tempat ini.
Di Cilincing, Jakarta Utara, ada Kelenteng Bio Hok Tek Tjeng Sin. Ini adalah salah satu tempat penting bagi komunitas Tionghoa di Jakarta. Kelenteng bio hok tek tjeng sin di cilincing didirikan di awal abad ke-20 dan memiliki sejarah unik.
Kelenteng bio hok tek tjeng sin terkenal dengan arsitektur khasnya. Ini juga menyimpan banyak artefak bersejarah yang menunjukkan warisan budaya Tionghoa. Kelenteng ini menarik banyak wisatawan yang ingin belajar tentang sejarah dan keunikan kelenteng bio hok tek tjeng sin.
Kelenteng ini adalah salah satu dari banyak tempat ibadah Tionghoa di Jakarta. Ini menunjukkan peran dan kontribusi komunitas Tionghoa dalam membentuk budaya ibu kota. Dengan mengunjungi Kelenteng Bio Hok Tek Tjeng Sin, kita bisa memahami lebih dalam tentang sejarah dan tradisi masyarakat Tionghoa di Jakarta.
Kelenteng-kelenteng di Jakarta menawarkan arsitektur yang unik. Mereka mencerminkan gaya arsitektur tradisional Tionghoa. Ciri khasnya termasuk atap berlekuk-lekuk, warna merah yang mencolok, dan ornamen naga yang rumit.
Arsitektur Cina di kelenteng-kelenteng Jakarta menampilkan elemen khas. Misalnya, atap melengkung ke atas dalam gaya “Ekor Walet”. Ruang suci utama terbagi menjadi tiga bagian untuk pemujaan dewa-dewi.
Elemen simbolis dan prinsip Feng Shui juga penting dalam desain kelenteng. Patung dewa, lentera, dan penataan ruang yang memperhatikan arah mata angin digunakan. Keunikan arsitektur kelenteng menarik banyak wisatawan yang ingin belajar tentang budaya Tionghoa.
Bangunan di Kawasan Pecinan, seperti di Chinatown, menampilkan elemen arsitektur Cina yang khas. Atap lengkung dengan atap pelana sejajar gavel adalah contohnya. Ini menunjukkan arsitektur kelenteng di Jakarta yang dipengaruhi oleh gaya arsitektur tradisional Tionghoa dan elemen simbolis serta Feng Shui.
Di kelenteng-kelenteng Jakarta, kami bisa menikmati keindahan arsitektur Tionghoa. Kami juga bisa melihat ritual dan tradisi yang masih ada. Kelenteng adalah pusat spiritual dan budaya komunitas Tionghua.
Di sini, umat Konghucu dan Buddha melakukan persembahyangan. Kami bisa melihat prosesi pembakaran dupa dan nyanyian mantra. Aktivitas budaya lainnya juga ada, penuh makna dan simbol.
Keberadaan kelenteng sangat penting bagi kami. Ini adalah wadah untuk menjaga tradisi Tionghoa di Jakarta. Melalui ritual dan tradisi, kami terhubung dengan budaya leluhur. Ini memperkuat identitas Tionghoa di Jakarta.
Terletak di kaki Gunung Lawu, Air Terjun Srambang Park Ngawi menawarkan keindahan alam yang luar…
Kami mengajak Anda untuk mengeksplor ketan durian, khas Wonosalam, Jombang. Ini adalah paduan sempurna antara…
Jawa Timur terkenal sebagai pusat durian terbaik di Indonesia. Wisata Durian Wonosalam di Kabupaten Jombang…
Di Bali, tempat sesajen sangat penting. Mereka menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan. Pura Bali, rumah…
Belly dance, atau tari perut, berasal dari Timur Tengah, terutama Mesir. Ini adalah seni tarian…
Kami, masyarakat suku Dayak di Kalimantan, memiliki tradisi kuping panjang yang unik. Ini telah menjadi…