Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan memang masih terdengar sedikit asing di telinga banyak orang. Rebo Wekasan ini merupakan hari Rabu terakhir dalam bulan Safar yang jatuh pada hari ini, Rabu Oktober 2021. Menurut beberapa ulama, pada hari Rabu inilah Allah menurunkan berbagai macam penyakit dan untuk itulah kita semua dianjurkan uutuk melaksanakan berbagai amalan ibadah, seperti sholat dan bersedekah.
Rebo Wekasan ini merupakan sebuah tradisi masyarakat Jawa di hari Rabu terakhir bulan Safar atau pada bulan kedua tahun Hijriyah. Sejumlah masyarakat percaya jika waktu tersebut akan turun bencana dan sumber penyakit sehingga harus dilaksanakan berbagai ritual tradisi untuk menolak bala.
Namun, terdapat berbagai pendapat mengenai tradisi Rebo Wekasan ini di kalangan ulama. Ada ulama yang berpendapat bahwa tidak ada amalan yang bisa dilankanakan pada hari Rebo Wekasan ini dan ada juga yang berpendapat jika ada beberapa amalam yang bisa dilakukan pada hari ini. Selain itu, ada juga beberapa mitos yang menyebar saat Rebo Wekasan ini, seperti:
Pada zaman Jahiliyah, tradisi Rebo Wekasan ini telah berkembang dan dikenal sebagai Arba Mustakmir.
Tidak Keluar Rumah
Mitos ini menyebar di kalangan masyarakat, yang mana saat Rebo Wekasan dianjurkan untuk tidak bepergian keluar rumah. Hal ini dikarenakan bisa mendatangkan musibah, seperti kecelakaan atau musibah lainnya.
Larangan Menikah
Ada sebuah mitos tentang larangan menikah pada saat Rebo Wekasan ini. Masyarakat masih mempercayai bahwa akan terjadi kesialan jika menikah pada hari tersebut. Untuk itu, masyarakat diminta untuk berdiam diri di rumah dan melakukan amalan untuk menolak bala.
Nah, untuk terhindar dari bala yang akan turun, masyarakat di beberapa daerah di Indonesia kerap melakukan tradisi Rebo Wekasan. Seperti apakah tradisi-tradisi atau upacara yang digelar untuk memperingati Rebo Wekasan ini? Berikut adalah daftarnya.
Tradisi Rebo Wekasan yang pertama adalah Rabu Abeh. Tradisi Rabu Abeh ini dilaksanakan oleh masyarakat Aceh dengan beramai-ramai pergi ke pantai, sungai ataupun pemandian.
Bulan Safar memang dipercaya sebagai bulan dengan cuaca panas sehingga mampu mendatangkan penyakit juga bencana lainnya. Untuk itulah mereka melakukan ritual tolak bala dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh pemuka agama setempat. Setelah melakukan berdoa bersama, mereka kemudian akan makan nasi bungkus dan lauk ikan bersama-sama.
Tak sampai disitu, mereka akan melanjutkan tradisi dengan membersihkan diri dengan mandi di sungai, pantai atau pemandian. Hal ini dilakukan untuk meluruhkan segala hal dalam tubuh yang mampu mengundang bala. Tradisi Rabu Abeh ini dilakukan di beberapa tempat di Aceh, salah satunya di Krueng Nagan.
Korean Fantasy, Wisata Ala Korea Dari Ngancar, Kediri
Visit Van Long Vietnam – Menikmati Alam Sampe Naik Sampan!
Tak hanya masyarakat Aceh saja yang melakukan tradisi Rebo Wekasan, masyarakat Kalimantan Barat, khususnya masyarakat sekitar Sungai Kuala Mempawah, pun juga melakukannya dan tradisi tersebut dikenal dengan nama Robo-Robo.
Robo-Robo ini merupakan sebuah tradisi untuk menolak bala yang juga dilakukan untuk menyambut bulan kelahiran Nabi Muhammad. Robo-Robo memang dilangsungkan dengan cukup meriah dengan ragam acara. Seperti berdoa dan makan bersama dengan menu makanan khas Kalimantan Barat. Misalnya seperti ikan asam pedas, bingke, sambal serai udang, jorong dan sangon. Setelah menyantap hidangan khas bersama-sama, mereka kemudian melanjutkan dengan melarung berbagai jenis makanan ke sungai. Hal ini bertujuan sebagai doa kepada Tuhan untuk selalu dijauhkan dari bencana dan diberi kelancaran rezeki.
Tradisi Rebo Wekasan berikutnya bisa kamu temukan di Cirebon, yaitu Tradisi Rebo Wekasan. Tradisi ini dilaksanakan oleh Keraton Kanonman Cirebpn secara turun temurun dan melalui beberapa rangkaian.
Biasanya, tradisi ini diawali dengan berdoa bersama dan ngiram mandi di Sungai. Setelah itu, di keraton akan ada kegiatan tawurji dan ngapem. Tawurji ini merupakan sebuah ritual melempar koin kepada masyarakat yang hadir. Hal ini untuk menolak bala dengan cara berbagi rezeki kepada warga yang kurang mampu. Tak hanya uang, pihak keraton juga berbagai makanan, yaitu apem, atau yang dikenal dengan nama ngapem. Jajanan apem ini dipilih karena menjadi simbol dari manusia yang sedang diberi sebuah ujian.
Rebo Pungkasan adalah sebuah tradisi dari Rebo Wekasan yang diselenggarakan di Desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dalam bahasa Jawa, pungkasan memiliki arti akhir. Ini dilakukan di hari Rabu terakhir Bulan Safar, dimana warga akan mengadakan rangkaian acara untuk menolak bala.
Kegiatan Rebo Pungkasan ini biasanya diselenggarakan di Balai Desa Wonokromo yang dihadiri oleh Bupati Bantul. Acara ini memang menjadi bagian dari budaya yang tetap dilestarikan di kawasan ini. Menariknya, Rebo Pungkasan di Jogja ini ada lemper raksasa yang panjangnya hingga 2,5 meter dengan lebar hingga 0,5 meter. Lemper raksasa ini dikirab terlebih dahulu dari Masjid Al-Huda Karanganom menuju Balai Desa Wonorkomo. Jajanan ini kemudian dipotong untuk dibagi-bagi kepada warga.
Berikutnya tradisi Rebo Wekasan ini dilakukan oleh masyarakat Banyuwangi, dengan tradisi bernama Petik Laut. Petik Laut ini biasanya dilaksanakan di Pantai Bulusan, Banyuwangi.
Kegiatan Petik Laut ini dilakukan agar nelayan terhindar dari bencana, diberikan keselamatan saat melaut dan mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. Petik Laut ditandai dengan melarung sesajen yang berisikan aneka makanan, mulai dari jajanan pasar, polo pendem sampai kepala kambing. Sesajen yang dihanyutkan ini menjadi lambang dari menyingkirkan bala juga penyakit. Proses melarung saji ini diiringi dengan Tari Gandrung, yang merupakan tarian khas Banyuwangi.
Tradisi Rebo Wekasan yang terakhir adalah Sedekah Tajin Safar yang dilakukan oleh masyarakat Sumenep, Pulau Madura. Tujuan dari tradisi ini juga sama, yaitu mencari berkah dan memohon keselamatan pada Tuhan.
Sedekah Tajin Safar ini maksudnya adalah membagikan kudapan berupa bubur kepada tetangga ataupun orang terdekat, seperti Kyai di sekitarnya. Tajin Safar ini terbuat dari tepung ketan yang dibentuk bulatan kecil sepertik kelereng. Bola-bola tepung ketan ini diolah dengan garam, gula dan daun pandan sehingga aromanya sangat wangi. Sebagai pendamping bola-bola ketan ini biasanya ditambahkan dengan pisang dan gula merah serta siraman santan hingga terasa semakin gurih dan nimat.
Demikianlah ragam tradisi Rebo Wekasan yang diselanggarakan di beberapa daerah di Indonesia. Cukup menarik sekali, kan? Nah, bagaimana dengan daerah asalmu? Tradisi apa yang dilakukan untuk menyambut Rebo Wekasan?
Terletak di kaki Gunung Lawu, Air Terjun Srambang Park Ngawi menawarkan keindahan alam yang luar…
Kami mengajak Anda untuk mengeksplor ketan durian, khas Wonosalam, Jombang. Ini adalah paduan sempurna antara…
Jawa Timur terkenal sebagai pusat durian terbaik di Indonesia. Wisata Durian Wonosalam di Kabupaten Jombang…
Di Bali, tempat sesajen sangat penting. Mereka menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan. Pura Bali, rumah…
Belly dance, atau tari perut, berasal dari Timur Tengah, terutama Mesir. Ini adalah seni tarian…
Kami, masyarakat suku Dayak di Kalimantan, memiliki tradisi kuping panjang yang unik. Ini telah menjadi…