Upacara adat di Jawa Timur jumlahnya cukup banyak dan berkaitan dengan sumber mata air ataupun pertanian. Upacara adat ini dihelat sebagai wujud syukur kepada leluhur maupun kepada Tuhan karena berkat yang telah diberikan. Tak jarang juga tradisi ini juga menyertakan sesaji dalam iringan doa. Nah, Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki banyak sekali tradisi dan sampai saat ini bahkan masih dilakukan. Apa saja? Berikut adalah daftarnya.
Upacara adat di Jawa Timur yang pertama adalah Yadnya Kasada. Upacara adat Kasada ini merupakan ritual adat yang digelar oleh orang-orang Suku Tengger, Bromo,
Yadnya Kasada ini biasanya diadakan setiap tahun sekali saat datangnya bulan purnama pada bulan Kasada atau bulan kesepuluh kalender Jawa. Namun, menurut kalender Tengger, upacara adat ini dilakukan pada bulan ke-12. Upacara Kasada ini awalnya diadakan untuk memperingati pengorbanan Raden Kusuma, anak dari Jaka Seger dan Rara Anteng yang menjadi lekuhur warga setempat. Tradisi ini kemudian diadakan sebagai wujug syukur masyarakat setempat pada Tuhan dengan memberikan sesaji di Kawah Gunung Bromo.
Masih di sekitar Gunung Bromo, ada upacara adat di Jawa Timur yang cukup populer, yaitu Unan-Unan. Unan-Unan ini biasanya diadakan di Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo.
Unan-Unan berasal dari kata Bahasa Jawa kuno yaitu una yang berarti kurang. Untuk itulah, Unan-Unan ini memiliki makna mengurangi. Upacara adat ini merupakan kegiatan ritual untuk mengadakan penyucian bersih desa, yaitu membebaskan desa dari gangguan makhluk halus (bhutakala) atau sebagai tolak bala. Lebih luas lagi, upacara adat ini tidak hanya untuk membebaskan desa tersebut saja, tapi juga untuk seluruh makhluk di bumi ini.
Grebeg Suro merupakan tradisi budaya tahunan masyarakat Ponorogo yang berbentuk pesta rakyat. Upacara adat ini menampilkan berbagai kesenian dan tradisi meliputi Festival Reog Nasional, Larungan Risalah Doa serta Pawa Lintas Sejarah dan Kirap Pusaka.
Rangkaian upacara adat ini biasanya diawali dengan prosesi penyerahan pusaka ke makam Bupati pertama Ponorogo kemudian disusul dengan pawai ratusan orang menuju pusat kota dengan menunggang kuda yang telah dihiasi. Grebeg Suro ini juga sebagai wadah kegiatan untuk melestarikan budaya.
Upacara adat di Jawa Timur yang masih sering dilakukan sampai saat ini adalah Seblang. Seblang ini merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Suku Osing di Desa Bakungan dan Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
Upacara adat Seblang ini dilakukan untuk bersih desa dan tolak bala agar lingkungan desa selalu dalam keadaan aman dan tentram. Ritual Seblang ini dimulai dengan sebuah upacara yang dibuka oleh sang gambuh. Sang penari ditutup matanya oleh kaum ibu-ibu yang berada di belakangnya sambil memegang sebuah tempeh atau nampan bambu. Sang gambuh mengasapi sang penari dengan asap dupa sembari membacakan mantra hingga sang penari kerasukan.
Masih berasal dari Suku Osing di Kabupaten Banyuwangi, ada sebuah upacara adat di Jawa Timur yang dikenal dengan nama Kebo-Keboan. Kebo-Keboan ini merupakan sebuah tradisi yang sangat erat kaitannya dengan bidang pertanian, yang dilaksanakan untuk meminta kesuburan tanah, panen yang melimpah serta terhindar dari malapetaka, baik itu yang menimpa tanaman maupun yang menimpa manusia.
Acara Kebo-Keboan ini dibuka dengan sebuah upacara sederhana di Petaunan yang dihadiri oleh panitia, tokoh dan beberapa warga Krajan. Upacara ini kemudian dilanjutkan dengan pawai ider bumi berkeliling Dusun Krajan menuju bendungan air yang diikuti para tokoh, pawang dan dua pasang kebo-keboan, pembawa sesajian serta pemain musik hadrah dan barongan.
Upacara adat di Jawa Timur yang tak kalah menarik untuk disaksikan adalah Larung Sebonyo. Larung Sebonyo ini merupakan upacara adat sedekah laut yang dilakukan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang masyarakat lokal nelayan Pantai Prigi, Trenggalek.
Tradisi Larung Sebonyo ini merupakan bentuk ungkapan rasa syukur bagi masyarakat setempat atas hasil laut yang melimpah. Tak hanya itu, upacara ini juga menjadi bentuk permohonan akan keselamatan masyarakat nelayan Prigi saat mencari ikan di laut. Upacara adat ini biasa diselenggarakan pada Senin Kliwon, Bulan Selo, menurut penanggalan Jawa.
Sandhur atau yang juga dikenal sebagai Dhamong Ghardam adalah sebuah upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat di dataran Madura. Ritual ini berupa tarian yang dimaksudkan untuk memohon hujan, menjamin sumur sumur penuh dengan air, menghormati makam keramat, membuang bahaya penyakit hingga mengeyahkan musibah dan bencana.
Sandhur ini merupakan tarian dan nyanyian yang diiringi dengan musik yang mana gerakannya tak lebih dari penyesuaian irama tubuh dengan gerakan tarian daerah setempat. Dalam ritual ini, tak jarang beberapa peserta hingga mengalami kesurupan hingga dalam pelaksanaannya membutuhkan pawang atau dukun sebagai mediator dalam berhubungan dan berdialog dengan makhluk dari alam lain.
Upacara adat di Jawa Timur yang masih sering dilakukan sampai saat ini adalah Upacara Keduk Beji. Upacara ini merupakan sebuah tradisi yang biasa dilakukan setiap tahun sekali oleh masyarakat Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi.
bertujuan untuk melestarikan adat bidaya Desa Tawun yang telah ada sejak zaman dulu. Inti dari upacara ini adalah penyilepan dan penggantian kendi yang disimpan dalam pusat sumber air Beji yang berada dalam goa. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, kendi yang berada dlam sumber air Beji ini harus diganti setiap tahunnya agar sumber air tetap terjaga kebersihannya. Upacara ini dimulai dengan melakukab pembersihan kotoran dalam sumber air Beji yang mana seluruh warga Desa Twun yang laki-laki akan turun ke sumber air untuk mengambil sampah dan dedaunan yang telah menumpuk selama setahun terakhir.
Ruwatan merupakan salah satu upacara adat di Jawa Timur yang sampai saat ini masih dilakukan. Kata ruwat sendiri berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti “membuang sial” atau menyelamatkan orang dari gangguan tertentu”.
Bagi masyarakat Jawa, Ruwatan adalah salam satu bentuk usaha yang bertujuan agar kelas setelah menjalani ritual tersebut seseorang bisa memperoleh berkah berupa keselamatan, kesehatan, kedamaian, ketentraman jiwa, kesejahteraan dan kebahagiaan. Dalam ritual ini biasa dilakukan dengan pertunjukan wayang yang ditanggap oleh seorang dalang khusus yang memiliki kemampuan dalam bidang ruwatan.
Upacara adat di Jawa Timur yang satu ini juga memiliki pengaruh dari ajaran Islam, yaitu Tahlilan. Tahlilan sendiri merupakan sebuah ritual untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia dengan membaca Al-Quran, berzikir dan membaca doa-doa tertentu yang diselenggarakan oleh pihak keluarga yang ditinggalkan.
Tradisi ini biasanya diadakan sebagai peringatan pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun dan 3 tahun setelah hari kematian. Sampai saat ini, tahlilan menjadi budaya yang masih dilakukan meskipun tidak semua kalangan masyarakat Islam Jawa melakukannya karena dianggap bukan dari bagian syariat Islam.
Ngurit juga menjadi salah satu upacara adat di Jawa Timur yang masih sering dilakukan sampai saat ini. Ngurit ini merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur yang berprofesi sebagai petani.
Upacara Ngurit ini bertujuan untuk ucapan rasa syukur serta berdoa agar benih padi yang ditanam oleh petani dapat tumbuh subur. Setalah tradisi Ngurit selesai, para petani biasanya harus menunggu selama beberapa hari hingga musim tandur atau menanam padi tiba.
Upacara adat di Jawa Timur yang cukup menarik selanjutnya adalah Upacara Adat Dam Bagong. Upacara adat ini dilakukan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta untuk memperingati jasa pembuatan DAM Bagong, yaitu Manak Sopal.
dilakukan di Kabupaten Trenggalen dan biasanya dilakukan dengan melempar kerbau yang baru disembelih ke Bendungan DAM Bagong, kemudian kepala kerbau tersebut diperebutkan oleh masyarakat sekitar. Upacara ini kemudian dilanjutkan dengan Ruwatan Wayang Kulit serta cerita Udan Mintoyo dan ziarah ke makan Menak Sopal. Tradisi ini dilakukan setiap memasuki bulan Selo, tepatnya Jumat Kliwon.
Muludan juga menjadi salah satu upacara adat di Jawa Timur yang sampai saat ini masih sering dilakukan. Muludan merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang telah dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur dan umumnya dilakukan di tanggal 12 bulan Maulud.
Tradisi Maulud ini berbeda dengan tradisi Sekaten yang dilakukan pada tanggal khusus di bulan Maulud. Pada dasarnya, Maulud dan Sekaten itu sama karena sama-sama merayakan hari Kelahiran Nabi Muhammad. Bedanya, kedua tradisi ini tata cara memperingatinya juga tanggal pelaksanaannya.
Upacara adat di Jawa Timur berikutnya adalah Ruwah Desa. Ruwah Desa ini adalah suatu tradisi yang dilaksanakan pada Bulan Ruwah sebelum masuk Bulan Ramadhan.
Ruwah Desa ini dilakukan untuk mendoakan para leluhur yang telah mendirikan atau Babad Desa tersebut. Selain bertujuan untuk mendoakan leluhur, tradisi Ruwah Desa ini juga bertujuan untuk meminta diberi keselamatan dan ketentraman bagi penduduk desa.
Weton atau yang juga dikenal dengan Wetonan merupakan salah satu upacara adat di Jawa Timur yang sampai saat ini masih banyak dilakukan. Wetonan ini menjadi salah satu sebutan untuk orang Jawa terhadap hari kelahirannya.
Tradisi Wetonan ini berbeda dengan ulang tahun karena wetonan ini menggunakan penanggalan Jawa. Tradisi ini bertujuan untuk meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu diberi kesehatan.
Upacara adat di Jawa Timur yang satu ini ada kaitannya dengan pernikahan, yaitu Nakokake. Nakokake ini merupakan sebuah prosesi dimana seorang laki-laki yang ingin melamat seorang wanita pujaannya dengan cara menanyakan atau Nakokake kepada orang tua, tradisi ini sama halnya dengan meminta restu kepada orang tua.
Dalam proses Nakokake ini, calon mempelai pria menanyakan kondisi atau status dari calon mempelai wanita apakah dirinya sudah memiliki pasangan, pandamping atau masih lajang.
Berkaitan dengan tradisi sebelumnya, yaitu Nakokake, piningsetan juga menjadi salah satu upacara adat di Jawa Timur yang sampai saat ini masih banyak dilakukan.
Setelah melakukan tradisi Nakokake dan hasilnya calon mempelai wanita masih lajang, maka prosesi selanjutnya adalah Piningsetan yaitu keluarga pihak lelaki datang kepada pihak keluarga wanita.
Tradisi adat piningsetan ini bisa dilakukan sebagai proses ramah tamah yang disertai dengan acara makan bersama rombongan dari pihak lelaki juga pihak perempuan. Tradisi ini wajib untuk dilakukan sebelum pernikahan digelar karena prosesi ini menjadi salah satu momen serius bagi pihak kedua calon mempelai.
Upacara adat di Jawa Timur selanjutnya berhubungan dengan kehamilan, yaitu Tingkeban atau yang juga dikenal dengan Pitonan. Tingkeban ini sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur.
Tingkeban ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas usia anak yang di kandungan berusia 7 bulan. Tradisi ini juga dilakukan untuk meminta kelancaran saat proses melahirkan nanti.
Acara tingkeban ini dilakukan dengan berkumpul bersama orang-orang terdekat sambil menikmati berbagai suguhan. Selain itu, ada juga tradisi di sebagian masyarakat yang melakukan siraman atau proses memandikan calon ibu yang sedang hamil menggunakan air dari tujuh sumur yang berbeda. Lalu, ada juga yang membuat rujakan pada saat acara tingkeban tersebut.
Babaran merupakan salah satu upacara adat di Jawa Timur yang dilakukan sebagai respon dari kelahiran bayi. Babaran ini ditujukan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa ibu dan anak diberi keselamatan selama proses melahirkan sang anak.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, sebagian dari masyarakat di Jawa Timur mulai meninggalkan kebiasaan ini karena mereka telah menganggap tradisi ini tidak terlalu penting untuk dilakukan.
Upacara adat di Jawa Timur berikutnya adalah Lurung Ari-Ari. Tradisi ini merupakan proses malarung atau menghanyutkan ari-ari dari bayi yang baru lahir.
Baca juga :
8 Upacara Adat di Banten Yang Unik Dan Sakral
Prosesi ini dengan melurung ari-ari bayi yang baru lahir ke laut bersama dengan bunga 7 rupa, kain putih, kendi juga jarum. Namun, ada juga yang melakukan prosesi ini dengan memasukkan ari-ari bayi dalam kendi yang juga dibungkus dengan kain putih juga jarum kemudian dimasukkan dalam tanah di depan rumah.
Masih berhubungan kelahiran sang buah hati, sepasaran ini merupakan salah satu upacara adat di Jawa Timur yang masih banyak dilakukan. Sepasaran ini adalah tradisi yang dilakukan oleh keluarga yang telah diberikan momongan.
Baca Juga :
Nongkrong Seru Di Cafe Lima Sebelas, Ngopi Sambil Melihat Kereta Api
Sepasaran ini dapat dilakukan saat bayi telah berusia 5 hari dengan melakukan tasyakuran sebagai ungkapan rasa syukur telah diberikan momongan. Tak hanya di Jawa Timur, ternyata tradisi Sepasaran ini juga dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Upacara adat di Jawa Timur yang terakhir adalah Tedhak Sinten. Tedhak Sinten ini merupakan sebuah tradisi yang dilakukan dengan adanya sebuah kepercayaan sebagian masyarakat setempat bahwa telah memiliki kekuatan gaib. Ada juga kepercayaan bahwa tanah ini dijaga oleh Bethara Kala, untuk itu anak perlu dikenalkan kepada Bethara Kala yang menjaga tanah tersebut melalui Tedhak Sinten. Tedhak Sinten ini dilakukan agar Bethara Kala tidak marah.
Baca Juga :
Cobain Makanan Jepang Di Ramen 1, Ramennya Bikin Nagih
Itulah tadi daftar upacara adat di Jawa Timur yang sampai saat ini masih banyak dilakukan. Menarik sekali, kan?
Terletak di kaki Gunung Lawu, Air Terjun Srambang Park Ngawi menawarkan keindahan alam yang luar…
Kami mengajak Anda untuk mengeksplor ketan durian, khas Wonosalam, Jombang. Ini adalah paduan sempurna antara…
Jawa Timur terkenal sebagai pusat durian terbaik di Indonesia. Wisata Durian Wonosalam di Kabupaten Jombang…
Di Bali, tempat sesajen sangat penting. Mereka menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan. Pura Bali, rumah…
Belly dance, atau tari perut, berasal dari Timur Tengah, terutama Mesir. Ini adalah seni tarian…
Kami, masyarakat suku Dayak di Kalimantan, memiliki tradisi kuping panjang yang unik. Ini telah menjadi…