Mendapat julukan sebagai Serambi Mekkah, Aceh memang menjadi salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak sekali tradisi atau upacara adat. Upacara adat di Aceh memang cukup beragam dan kebanyakan adalah tradisi keagamaan yang berasal dari zaman kerajaan dan masih sering dilakukan sampai saat ini. Nah, jika kamu berkunjung ke Aceh, jangan lewatkan momen untuk menghadiri tradisi adatnya berikut ini ya.
Upacara adat di Aceh yang pertama adalah Peusijuek. Peusijuek ini menjadi salah satu upacara adat yang sampai saat ini masih dilakukan dan tradisi ini mirip dengan tradisi Tepung Mawar dalam kebudayaan Melayu.
Peusijuek ini biasanya dipimpin oleh seorang tokoh agama atau tokoh adat yang dituakan oleh masyarakat. Dalam prosesinya, tradisi ini diisi dengan doa keselamatan dan kesejahteraan bersama sesuai dengan ajaran agama Islam. Upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan dan kesuksesan dalam meraih sesuatu.
Pulau Banyak, Si Cantek From Aceh Singkil
Meugang atau yang juga dikenal sebagai Makmeugang ini merupakan salah satu upacara adat di Aceh yang masih dilakukan sampai saat ini. Meugang ini meruoakan tradisi menyembelih hewan kurban berupa kambing atau sapi yang dilaksanakan setiap tiga kali setahun, yaitu saat Ramadhan, Idul Fotri dan Idul Adha.
Daging dari penyembelihan kurban tersebut kemudian diolah oleh masyarakat Aceh dan dinikmati bersama keluarga, keraban serta dibagikan pada yatim piatu. Tradisi ini biasanya dilaksanakan sehari sebelum bulan Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri. Meugang ini konon telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu pada masa Kerajaan Aceh yang mana tujuannya sebagai wujud rasa syukur atas kemakmuran rakyatnya serta rasa terima kasih kepada seluruh rakyatnya.
Upacara adat di Aceh yang masih sering dilakukan sampai saat ini adalah Kenduri Beureuat. Kenduri Beureuat ini merupakan sebuah tradisi masyarakat Aceh yang biasanya dilakukan pada nisfu Sya’ban atau pada tanggal 15 bulan Sya’ban.
Biasanya, Kenduri Beureuat ini dilaksanakan di masjid, meunasah, musholla atau tempat pengajian saat malam hari selepas ibadah sholat Maghrib atau Isya. Kenduri ini diasakan untuk menikmati bersama momen-momen pertengahan bulan Sya’ban dan menjelang bulan Ramadhan. Seluruh masyarakat Aceh akan datang ke meunasah untuk meramaikan kenduri ini dengan membawa indang, yaitu sebuah paket makanan yang terdiri dari nasi serta lauk pauk yang diletakkan dalam talam yang besar. Makanan ini nantinya akan disantap bersama dengan seluruh warga yang hadir.
Khanduri Pang Ulee juga menjadi salah satu upacara adat di Aceh yang masih sering dilakukan sampai saat ini. Khanduri Pang Ulee ini merupakan perayaan Maulid Nabi yang dilakukan dengan berbagai tradisi.
Ciri khas dari tradisi khanduri pang ulee ini adalah dengan mempersiapkan daging dan keuah beulangong. Tak hanya itu, saat perayaan ini para pemuda juga akan bergotong royong untuk mengadakan panggung yang nantinya akan digunakan untuk ceraham maulid pada malam hari. Selain itu juga ada kegiatan meudike atau dzikir dan salawat yang diikuti oleh anak-anak dan remaja di dalam meunasah dengan mengenakan pakaian seragam serba putih.
Suku Kluet atau Keluwat merupakan suku yang mendiami beberapa daerah di Kabupaten Aceh Selatan. Masyarakat ini memiliki sebuah tradisi yang menjadi salah satu upacara adat di Aceh yang cukup populer yaitu Tradisi Sawah Suku Kluet.
Upacara adat ini diselenggarakan oleh petani selama mengerjakan sawah. Dimulai dari pertama kali para petani turun ke sawah hingga padi siap di panen dan diolah, setiap tahapannya memiliki upacaranya masing-masing. Hal tersebut dilakukan sebagai upacara syukur kepada Tuhan atas kelimpahan rejeki yang telah diberikan.
Upacara adat di Aceh yang tak kalah populer berikutnya adalah Reuhab. Reuhab ini sangat kental dengan budaya masyarakat Alue Tuho di Nagan Raya, Nagroe Aceh Darussalam.
Reuhab ini dapat diartikan sebagai kamar sakral yang didiami pada saat seseorang yang meninggal dunia. Bukan hanya dianggap sebagai kamar sakral bagi orang meninggal, Reuhab ini juga bisa diartikan barang yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal. Biasanya, barang tersebut adalah pakaian terakhir yang dipakai orang meninggal tersebut dan disimpan dalam kamar yang disakralkan selama 40 hari. Dalam pelaksanaan Reuhab, pihak keluarga akan mengadakan pengajian dan mengundang tokoh agama dalam masyarakat setempat.
Urue Tulak Bala atau yang juga dikenal dengan Rabu Aceh ini merupakan salah satu upacara adat di Aceh yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat pantai barat selatan Aceh setiap tahunnya. Ritual ini dilakukan pada bulan Safar dengan tujuan untuk menolak bala atau musibah.
Tradisi ini telah berkembang sejak lama dan awalnya dilakukan pada kegiatan-kegiatan doa bersama di pantai yang diikuti oleh seluruh masyarakat desa. Namun sekarang, kegiatan ini menjadi ajang rekreasi keluarga, termasuk anak-anak yang gemar bermain di pantai,
Upacara adat di Aceh berikutnya adalah Meuleumak. Meuleumak merupakan tradisi masak bersama yang dilakukan setiap lebaran di Gampong Lamkawe, Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie.
Saat tradisi ini berlangsung, para pemuda akan memasak makanan khas untuk disantap bersama dengan semua kalangan masyarakat. Acara ini memiliki tujuan untuk mempererat rasa persaudaraan dan kebersamaan antar sesama. Meskipun tradisi ini diprakarsai oleh pemuda, namun acara ini tetap melibatkan seluruh kalangan masyarakat.
Reusam atau Ziarah ke makan yang diisi dengan kegiatan gotong royong juga menjadi salah satu upacara adat di Aceh yang telah berlangsung sejak tahun 1920an dan masih dilakukan sampai saat ini.
Tradisi ini telah menjadi kebiasaan masyarakat Sibreh Keumudee untuk ziarah kubur dan membawakan bu kulah atau nasi bagi anak-anak yatim sebagai bentuk kenduri bersama. Tradisi ini dianggap mampu memberikan pesan kepada anak-anak untuk selalu mengingat ziarah kubur orang tuanya kelah.
Upacara adat di Aceh yang terakhir adalah Ba Ranup. Ba Ranup ini merupakan sebuah tradisi membawa sirih yang dilakukan saat seorang pria melamar seorang wanita.
Ba ranup ini menjadi salah satu prosesi dari serangkaian upacara pernikahan dalam budaya masyarakat Aceh. Dalam proses perjodohan, saat lelaki telah dianggap dewasa dan pantas untuk menikah, pihak keluarga akan mengiriman seseorang yang biasa disebut seulangke, yaitu orang yang dirasa bijak dalam berbicara untuk mengurus perjodohan.
Saat hari pernikahannya, calon pengantin pria biasanya membawa sirih, penguat ikatan, lengkap dengan alat-alatnya dalam cerana, pisang talon, serta membawa emas sesuai dengan ketentuan menurut adat.
Tempat belanja jastip di bangkok - Bangkok, ibu kota Thailand, dikenal sebagai surganya pemburu barang…
Bangkok, ibu kota Thailand, terkenal dengan mall-mall mewah dan modern. Mereka menawarkan pengalaman berbelanja, kuliner,…
Selamat datang di Jakarta, ibu kota Indonesia yang kaya akan pasar tradisional dan modern. Jakarta,…
Di Jakarta, kita bisa menemukan surga kuliner yang tak tergantikan. Mulai dari Monas hingga Kota…
Selamat datang di petualangan kuliner kekinian di Jakarta! Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia, menawarkan banyak…
Hal wajib yang tidak boleh ketinggalan untuk dibeli ketika ke Bandar Lampung adalah oleh oleh.…